Dewan
Pimpinan Ranting. Sebuah papan berwarna putih tertempel pada sebuah dinding
berwarna hijau.Sebuah papan yang menunjukkan bahwa rumah yang kami datangi pada
hari Rabu, 12 Juni 2013, tepatnya sekitar pukul 09.30 WIB, tidak salah. Rumah
beralamat Jalan Cimandiri II nomor 70, Depok Timur, milik seorang veteran era
TimorTimur,
memang menjadi tujuan kami hari itu.
Berangkat
dari sebuah niat untuk mendengar warisan sejarah berupa cerita perjuangan dan
hidup seorang veteran pejuang bangsa, kami langkahkan kaki menuju rumah Bapak
Marsudi dan Ibu Sumiatun.Kehadiran kami disambut dengan sangat ramah oleh Ibu
Sumiatun, istri Bapak Marsudi.Bapak Marsudi telah menunggu di ruang tamu dengan
pakaian rapi khas veteran mariner berwarna biru tua.Terlihat sekali persiapan
Bapak dan Ibu Marsudi untuk menyambut kedatangan kami.
Berbeda.
Sungguh berbeda. Apa yang menjadi ekspektasi awal kami akan sosok Bapak Marsudi
sangat berbeda dengan sosok yang berdiri di hadapan kami saat itu. Sosok
seorang pria berukuran tidak besar dengan wajah ceria dan penuh semangat sangat
berbeda dengan ekspektasi awal kami.Bapak Marsudi yang hadir di hadapan kami
jauh lebih muda dari usianya yang telah menginjak 69 tahun.
Usai
memberi salam kepada Bapak dan Ibu Marsudi, kami dipersilakan duduk di sofa
berwarna hijau milik mereka. Percakapan dimulai dengan kata sambutan dari Bapak
Marsudi yang sangat bahagia menerima kunjungan, terlebih kunjungan dari
mahasiswi generasi muda yang masih peduli dengan veteran seperti dirinya.Dalam
kata sambutannya, terlihat sekali Bapak Marsudi merupakan orang yang rendah hati. Beliau menyebut rumah tempat
tinggalnya yang sebenarnya nyaman dan sudah bagus dengan istilah gubuk kecil.
Beliau mengatakan bahwa yang beliau miliki dan butuhkan hanyalah hati yang
bersih. Saran-saran yang beliau terima dari sekitarlah yang memperkaya beliau
sebagai pegangan untuk melangkah ke depan. Sulit dipercaya seorang veteran yang
mungkin banyak dari anak muda sudah memanggilnya kakek atau opa seperti beliau
yang juga tidak berpendidikan tinggi ini dapat
berkata-kata sedemikian rapi, lancar,
serta indah tutur bahasanyasehingga
dapat menyentuh hati setiap
pendengarnya.
Pria
kelahiran tahun 1944 ini kemudian mulai mengisahkan perjuangannya dalam perang
untuk menguasai Timor Timur. Ayah dari empat orang putra dan seorang putri ini
mendapat tugas ke Timor Timur dua kali, yakni pada tahun 1975 dan 1978. Bapak
Marsudi berada di Timor Timur dalam masa tugasnya selama 2 tahun 4 bulan.Bahkan
saat masa tugasnya ke Timor Timur yang kedua, Ibu Sumiatun sedang mengandung 5
bulan buah hati kelima mereka yang sekaligus menjadi putri tunggal mereka. Saat
kembali dari masa tugasnya, Dian Anggraini yang berarti pelita terang di antara
keempat kakak laki-lakinya dan bagaikan bunga anggrek kesukaan ayahnya telah
menginjak usia 4 bulan.
Beliau
mendapat tugas ke Timor Timur untuk beradaptasi atauberintegrasi dengan rakyat
Timor Timur yang negaranya sedang kacau saat itu.Kemudian bergabung dengan rakyat Timor Timur untuk melawan musuh mereka yang menamakan
diri Pretelin yang sebenarnya juga merupakan rakyat Timor Timur. Berbagai
partai dan warga kota bersatu padu melawan Pretelin. Itulah yang terjadi saat
itu di tahun 1975-1978 di Timor Timur.
Berangkat dari Home Base di asrama Cilandak menuju ke konlilamil yang
merupakan tempat embarkasi ke kapal. Kemudian berangkat menggunakan kapal besar
yang membawa sekitar 700 personil berbekalkan senjata M-16 (senjata panjang
dari Amerika) dan AKA (dari Rusia) dari Jakarta. Di tengah perjalanan, mereka
pindah kapal menuju kapal LST dengan cara turun jaring menggunakan tambang.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Timor Timur selama lebih kurang
seminggu.Kendaraan yang mereka bawa ialah tank dan pansam.Sekitar pukul 00.00,
Bapak Marsudi bertugas menjadi pemandu dan diinstruksikan untuk masuk ke dalam
tank menuju Betano, terletak di Timor Timur bagian selatan, yang menjadi
sasaran peperangan.Sekitar pukul 04.00 pagi, tank sudah siap dilepas dari kapal
LST untuk diterjunkan ke laut.Satu tank memuat 3 orang, yakni TNI, pengemudi,
dan pembantunya. Pekerjaan di dalam tank saat diterjunkan sangat berbahaya
karena harus segera menutup pintunya atau air akanmasuk dan tank akan
tenggelam. Saat sudah akan sampai, mereka turun ke laut yang lebih kurang
tingginya sepinggang. Di saat itu pula, pesawat-pesawat sudah mulai mengarahkan
dan menembakkan peluru menuju sasaran.Demikian pula yang terjadi dengan
kapal-kapal yang juga melesatkan peluru.Peluru tidak pernah berhenti bahkan
hanya untuk sedetik.Para pejuang Indonesia tersebut harus tidur dan bersembunyi
di tempat-tempat yang gelap agar tidak terlihat musuh, seperti dalam hutan dan
makam. Namun dengan cara demikian pun
mereka tak dapat beristirahat dengan tenang karena musuh mereka memiliki
akal licik untuk mengganggu istirahat mereka dengan mengalungkan kaleng pada
anjing-anjing dan kuda-kuda yang kemudian dibiarkan lepas berlarian ke daerah
persembunyian dan peristirahatan mereka agar menimbulkan suara gaduh. Uniknya,
keadaan perang yang sedemikian tidak dikatakan sebagai perang oleh Bapak
Marsudi.Beliau menyebut situasi
tersebut
dengan menganggap seperti
sedang bermain
bulu tangkis.Karena bagi beliau
pemain
bulu tangkis harus dapat mengalahkan lawannya bukan membunuh karena kematian
adalah kehendak Tuhan. Situasi perang yang menegangkan tersebut dijalani dengan
senang hati. Dalam prinsipnya, apabila sesuatu dijalani dengan senang hati
pasti akan membawa kebahagiaan yang menjadi tujuan hidup setiap manusia.
Cerita
seru dari Bapak Marsudi terpotong dengan selingan masakan mie goreng dan aneka kue beserta sirup yang
disuguhkan oleh Ibu Sumiatun, wanita yang saat itu berkerudung merah muda.Sejak
awal wanita setengah baya yang berusia 63 tahun tersebut telah menawarkan dan
membujuk kami agar makan terebih dahulu sebelum berbincang.Beliau khusus
memasakan kami mie untuk makan karena tidak menyediakan nasi untuk makan
siang.Beliau bahkan meminta ijin untuk tidak menghadiri acara organisasi yang
diikutinya hanya untuk menemani kami dan menghargai kunjungan kami.Ibu Sumiatun
sangat aktif dalam berbagai organisasi. Beliau menjadi sekretaris Piveri
(Persatuan Isteri Veteran) cabang Depok dan ketua Persatuan Isteri Purnawirawan
Marinir, serta aktif dalam Gerakan Organisasi Wanita (GOW) dan Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI). Menurut
sepasang suami istri tersebut, kunci agar tetap sehat di usia mereka yang sudah
lanjut adalah banyak bergaul dan beraktivitas.
Usai
bersantai ria sambil menikmati hidangan yang berlimpah tersebut, Bapak Marsudi
melanjutkan ceritanya. Beliau menceritakan bahwa setelah menguasai daratan
Bentano yang berjarak 100 meter dari Pantai Pusang, seharusnya tugas telah
selesai.Namun, mereka diinstruksikan untuk melanjutkan perjalanan merebut Kota
Same.Pengejaran dilakukan bahkan di dalam hutan dan melalui gunung dengan
menggunakan pansam, tank, dan truk tempur. Dalam perjalanan ke Kota Same, ada
gangguan dari Pretelin yang mundur melarikan diri sembari menembakkan peluru.
Jumlah Pretelin pun lebih banyak daripada mereka dan persenjataan mereka yang
jauh lebih lengkap.Pihak Pretelin terdiri dari sebagian besar orang ber-IQ
tinggi dan menggunakan strategi sekali tembak langsung lari.Kendala yang juga
mereka hadapi adalah pihak Pretelin yang merupakan rakyat Timor Timur tersebut
yang tidak berbeda dengan rakyat biasa, sehingga sulit dibedakan.Mereka hanya
makan singkong dan tidak menggunakan sepatu.Liciknya Pretelin ialah mereka
mengirim peninjau dan pengintai untuk menjemput masyarakat sekitar yang dikuasai Pretelin
di malam hari untuk dijadikan sebagai tameng Pretelin, selain binatang-binatang.Perjalanan
mereka selalu dikejar oleh tank dan pansam diiringi suara tembakan peluru.
Penduduk di sana sangat terancam.Bapak Marsudi senang dengan pengalaman yang
beliau miliki tersebut.
Seusai
menjalankan tugas di Timor Timur, pria kelahiran Solo tersebut kembali ke
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kembali menjadi marinir yang telah dijalaninya sejak beliau
berusia 22 tahun.Beliau sempat ingin mengikuti pendidikan pelatikan ke
Aljazair, namun karena ada satu dan lain hal, keinginannya tersebut tidak
tercapai.Namun, Bapak Marsudi yang memilih menjadi TNI karena ingin menjadi
kebanggaan keluarga tersebut tetap bersyukur dan bahagia menjalaninya.Putra
dari seorang guru besar tersebut pensiun
pada tahun 1991.
Anak
bungsu dari 2 bersaudara ini juga sempat menjadi pengawal kehormatan Bung Karno
selama 6 tahun.Beliau sangat menghormati dan mencintai Bung Karno.Hal ini
tampak jelas melalui sebuah anyaman bergambar foto Bung Karno dalam ukuran
besar yang terbingkai
rapi tergantung dalam ruang tamu rumahnya.Beliau bahkan menangis saat ada yang
ingin merebut kekuasaan Bung Karno karena dianggap PKI.Beliau yang juga sempat
dilempari batu karena
dianggap PKI sangat menyayangkan pengambilan keputusan dan penggeneralisasian
yang tidak matang dan salah tersebut.
Bapak
Marsudi yang juga merupakan mantan pemain sepak bola nasional tersebut
merupakan Ketua Veteran Kecamatan Sukmajaya berdasarkan surat keputusan
SKB057/DPC/XII/2008 yang berlaku selama 5 tahun hingga Desember 2013. Hingga
saat ini, beliau menyesalkan belum sempat mengadakan muscab atau musyawarah
cabang.Beliau juga menjabat sebagai Sekretaris Piveri Kota Depok.
Bapak
Marsudi, pria yang ditinggal oleh ayahnya karena ditangkap pada jaman
penjajahan sejak beliau berusia 3 bulan, mengakui dirinya adalah seorang idealis yang tanpa pamrih.
Alhasil ketika ditanya fasilitas apa yang diberikan pemerintah kepada mereka
sebagai para veteran, beliau tidak ingin berkata banyak. Bagi Bapak Marsudi,
semua yang beliau ceritakan dan katakan dapat dan harus beliau pertanggung
jawabkan kepada presiden dan negara. Bagi mereka apapun yang diberikan sudah
layak dan sepantasnya disyukuri saja, meskipun mereka hanya mendapatkan gaji
pensiun sebesar Rp 250.000,00 setiap bulannya.Pemberian gaji tersebut mengalami
kemajuan saat masa pemerintahan Megawati, di mana terdapat 13 gaji dalam
setahun.Untuk tunjangan kesehatan pun dipotong setiap bulannya.Fasilitas rumah
pun tidak disediakan karena hanya diberikan kepada keluarga veteran yang ditinggalkan
apabila veteran tersebut meninggal dunia atau veteran tersebut mengalami
cacat.Namun, beliau tetap bersyukur masih dapat tinggal di Indonesia berterima
kasih kepada proyek pembangunan Alm.Bapak Soeharto yang telah menyediakan
perumahan nasional, tempat yang beliau tinggali saat ini walaupun harus
membayar atau membeli.Beliau mengatakan sebenarnya yang mereka butuhkan adalah dukungan sosial dan perhatian. Secara umum,
apabila beliau ditanyakan bagaimana perhatian pemerintah terhadap para veteran,
beliau akan menjawab baik, namun sejujurnya perhatian pemerintah tersebut masih
sangat minim. Ibarat kata motor tanpa bensin yang tidak akan dapat berfungsi. Untungnya,
beliau masih didukung dan mendapatkan perhatian dari anak-anaknya yang telah
menikah semua dan menghadiahkan 11 orang cucu. Bantuan ekonomi dan perhatian
dari anak-anaknya yang telah sukses bekerja sangat membantu beliau dan istri,
Salah satu putranya, yakni putra ketiga mereka, bahkan sempat bekerja di
Madagaskar selama 3,5 tahun. Hal ini menjadi kebanggaan dan kebahagiaan
tersendiri bagi beliau. Dukungan sosial dan perhatian diperoleh dari lingkungan
sekitar, organisasi-organisasi yang mereka ikuti, dan masyarakat-masyarakat
yang masih memperhatikan mereka
Bapak
Marsudi prihatin dengan situasi negeri saat ini, di mana pejabat-pejabat justru
korupsi.Menurut beliau, para koruptor tersebut tampak tidak memberikan teladan
yang baik.Seharusnya pemerintah dapat menjadi teladan bagi rakyatnya.Pemerintah
saat ini tidak mengayomi rakyat, tetapi menghancurkan generasi penerus dan
mengakibatkan pengangguran di mana-mana.Sebagai contoh, minyak.Minyak mentah
berasal dari kita, namun mengapa diolah di luar negeri?Seharusnya dapat diolah
oleh rakyat dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Contoh lainnya
adalah kasus Eyang Subur yang tidak baik namun diberitakan berkali-kali dalam
jangka waktu yang cukup lama, seharusnya berita yang memberikan teladan baik
yang lebih diekspose,
bukan memberitakan atau membesar-besarkan berita keburukan dari Indonesia ke
kaca mata dunia.
Menurut Bapak Marsudi, generasi muda jaman sekarang tidak
sesuai dengan harapan beliau. Generasi muda saat ini tidak dapat menciptakan
daya cipta pribadi padahal generasi muda adalah tumpuan dan harapan negara.Mayoritas
generasi muda hanya ikut-ikutan atau meniru saja.Kalau ditanya yang sebenarnya
mereka tidak tahu dan tidak bisa.Mayoritas dapat berbicara suatu hal, namun
tidak lama kemudian sudah lupa.Salah satu contoh buktinya adalah demo.Hanya
bermodalkan ikut-ikutan atau dibayar Rp 30.000,00, banyak generasi muda yang
ikut berdemo tanpa tahu tujuan dan akar permasalahannya.Beliau memiliki
sejumlah harapan dan pesan kepada generasi muda saat ini.Beliau berharap
semangat generasi muda saat ini harus melebihi semangat beliau yang sudah tua
saat ini dan semangatnya dulu saat masih muda.Generasi muda harus memiliki
jangkauan yang luas
dan pikiran yang lebih maju mengikuti perkembangan jaman dan teknologi yang
semakin canggih.Generasi muda harus memiliki pendirian yang kuat dan kepercayaan
diri untuk melangkah dengan pasti, tidak hanya mendengar. Beliau menekankan
berulang kali bahwa kita tidak boleh mengubah pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 karena merupakan bekal bagi generasi penerus bangsa yang harus dipahami
dengan seksama, bukan hanya dihapalkan. Beliau juga berpesan agar kita jangan
terlalu mudah menyalahkan orang lain, melainkan koreksi dan introspeksi diri
terlebih dahulu. Saling menghormati dan menghargai juga merupakan dua hal yang
sangat penting dipraktekan oleh generasi muda saat ini.Kita harus menghargai
orang lain terlebih dahulu apabila ingin dihargai. Bapak Marsudi yang pernah
menjadi ketua RW tersebut mengatakan bahwa saling menghargai dapat dilakukan
dengan misalnya menghargai umat beragama lain. Beliau memberikan contoh nyata
yang beliau praktekan, yakni beliau sebagai seorang Muslim, tetap datang dan
menghargai acara natalan yang diselenggarakan di RW yang beliau pimpin. Menurut
beliau, pergaulan juga jangan dibatasi.Kita harus bergaul dengan banyak orang
tanpa pandang bulu.Dalam menyampaikan pesan tersebut, Bapak Marsudi menunjukkan
sisi humoris dari dirinya yang berpesan bahwa memiliki pasangan juga banyak
saja, tetapi yang menjadi pasangan atau pendamping hidup pada akhirnya hanya
satu.
Ada pula pesan tersirat yang beliau sampaikan dalam
cerita-cerita dan jawaban-jawabannya.Kita harus selalu bahagia dengan
mensyukuri apapun yang terjadi dan menjalani apapun yang terjadi dengan senang
hati. Menurut beliau, bahagia penting karena bisa memperpanjang usia. Nikmati saja
hidup yang ada dan perluas pergaulan.
Perbincangan ditutup dengan obrolan singkat yang diawali
dengan sebuah pertanyaan yang beliau lontarkan kepada kami, “ Mengapa kalian
memilih jurusan psikologi?”
Beliau memiliki tuduhan bahwa anak muda seringkali memutuskan sesuatu tidak
terprogram atau direncanakan dengan baik dan matang sejak dahulu.Akibatnya,
pilihan tersebut dapat goyah dan kurang kuat. Pilihan jurusan pendidikan
merupakan mata dan telinga untuk melangkah ke depan yang berarti termasuk otak
di dalamnya. Rutinitas berpikir harus selalu dilakukan karena pikiran manusia
kompleks dan selalu berkembang pula, sehingga pikiran harus diadaptasi sesuai
perkembangan jaman.Ibarat kata pemain bola. Kalau kita tidak mengejar bola,
kita tidak akan dapat menendang bolanya.
Kata-kata penuh makna yang disampaikan oleh Bapak Marsudi
sangat menyentuh dan contoh nyata yang beliau berikan menyadarkan kami akan apa
yang terjadi di dunia, terutama Indonesia saat ini. Sebenarnya, kami masih
ingin berbincang lebih banyak dengan beliau, namun apa daya waktu membatasi
perjumpaan kami. Sebelum berpisah, kami berfoto bersama sebagai kenang-kenangan
dan berpamitan.Sekotak penuh kue dan sekotak mie goreng dibungkuskan oleh Ibu Sumiatun
sebagai oleh-oleh.Pukul 12.00, kami dijemput kembali oleh panitia We Care untuk
kembali ke kampus. Pertemuan kami tampaknya berakhir di sana, namun pada
kenyataannya tidak karena pertemuan tersebut berlangsung untuk seterusnya, melainkan melalui semangat
generasi muda membangun dan mempertahankan Indonesia.
-
I
care, You care, We care-
Angie Michaela Marella - Jessica Monica - Sella Santi Ramadani