Rabu, 07 November 2012

Menunggu

Menunggu
Apa
Siapa
Sampai kapan
Mengapa

Bisu
Tiada yang tahu
Hanya satu
Satu yang pasti
Ketidakpastian

Angie Michaela Marella

Selasa, 06 November 2012

Pilihan

Hidup adalah pilihan
Segalanya adalah pilihan
Apapun yang kita lakukan adalah pilihan
Hidup atau mati pun adalah pilihan

Ingin sehat atau sakit
Ingin pintar atau tidak
Ingin menjadi baik atau tidak
Semua adalah pilihan

Untuk menjadi bahagia pun adalah pilihan
Mengutamakan perasaan atau pertemanan
Juga adalah pilihan hidup kita sendiri

Mau terus berharap dan bermimpi
Atau kembali kepada realita
Itu juga pilihan
Semua adalah pilihan, pilihan, dan pilihan


Kamis, 27 September 2012

Tak Kenal Maka Tak Sayang ?

"Tak kenal maka tak sayang"...
Sebuah kalimat yang mungkin bisa disebut ungkapan atau peribahasa yang tentunya tak asing lagi di telinga kita. Tapi apakah pernyataan itu benar 100 persen?

Memang benar adanya. Kalau kita tak kenal atau tidak tahu, mana mungkin kita sayang. Tapi apakah harus benar-benar mengenal baru dapat sayang seutuhnya? Menurut saya, tidak. Kenapa tidak?

Salah satu contoh fakta yang banyak di sekitar kita. Banyak orang dapat jatuh cinta pada pandangan pertama atau tanpa mengenal orangnya terlebih dahulu, bahkan hingga begitu sayangnya. Padahal mereka belum mengenal, bahkan tak banyak yang belum tahu nama orang tersebut atau baru pertama kali berjumpa. Ini adalah kenyataan yang tak bisa kita pungkiri.

Saya pun memiliki pengalaman mengenai hal ini...
Saya lahir di Jakarta dan tinggal bersama kedua orang tua saya di Jakarta, sedangkan kakek saya tinggal di Medan. Saya sangat jarang ke sana dan begitu pun dengan kakek. Mungkin baru 3 kali saya ke Medan, dan satu di antaranya pun saat saya masih balita, sehingga saya tidak ingat apa-apa. Saat kakek berkunjung ke Jakarta pun, beliau tidak tinggal lama ditambah lagi dengan saudara dan temannya yang cukup banyak di Jakarta, sehingga perjumpaan kami pun benar-benar hanya sebentar. Dengan perjumpaan yang singkat, jujur saja saya tak mengenal kakek dengan baik. Yang saya tahu hanya wajah, nama, keberadaan, dan salah satu kesukaannya membaca koran. Walaupun demikian, saya sangat menyayangi kakek, mungkin ini ada hubungan darah. Tetapi kenyataannya, tanpa saya mengenal kakek dengan baik, rasa sayang ini bisa tumbuh begitu dalamnya, hingga saat saya tahu kakek sakit, saya pun benar-benar merasakan kesedihan yang dalam, bukan sekedar karena saudara. Saya benar-benar ingin bertemu kakek, saya benar-benar takut kehilangannya. Ntah mengapa ini bisa sampai seperti ini, padahal setiap berjumpa mungkin tak lebih dari 1 jam dan kami pun tak banyak bicara karena faktor bahasa, kekurangakraban, faktor pendengaran kakek, dll. Tapi ada satu kalimat yang saya benar-benar ingat pernah diucapkan kakek pada saya waktu saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Kakek pernah mengatakan saya adalah cucu kesayangannya. Saya tak tahu kalimat itu benar-benar dari hatinya atau bukan, atau karena nilai saya paling bagus saat itu, atau untuk memuji dan menyemangati saya saja karena saat itu saya masih kecil dan kanak-kanak. Kalimat itu sungguh teringat dalam memori saya dan selalu mucul saat mengingat atau membicarakan kakek. Saya benar-benar menganggap kalimat itu tulus dari hatinya, hingga di saat beliau sakit dan mulai kritis, saya sebagai cucu kesayangannya sungguh ingin mengunjungi dan menemaninya atau bertemu dengannya, tapi apa daya, saya tak bisa. Begitu mendengar berita kakek telah tiada dan telah pergi ke surga, air mata langsung jatuh begitu saja dan sungguh saya tak dapat berkata-kata sekian lama. Saya benar-benar ingin bertemu dengannya untuk terakhir kalinya. Saya sangat menyayanginya. Saya ingin kakek bisa berumur panjang dan saya bisa mengenal kakek yang menurut cerita mama adalah seorang kakek dan ayah yang begitu hebat dan luar baisa.

AKONG, I LOVE YOU SO MUCH..
You will always on my heart forever and I will always be your favorite grand-daughter. I will do the best for you and always make you proud of me and for having grand-daughter like me. I promise. Please, live happily there, in heaven, forever. I will pray the best for you.. I love you so much...

Best Friend Forever


Dear my best friends,

Ntah bagaimana awal perjumpaan kita, tetapi sang waktulah yang telah menyatukan kita menjadi satu. It's like a wonderful magic!

Bertahun-tahun kita lalui suka duka kehidupan dan alami beribu pengalaman manis dan pahit. Together we act like idiot, laugh too hard, and make fools of ourselves. Yeah we're tight and we fight, but through all of it, there's one thing that will never change, we'll be BEST FRIENDS FOREVER.

Wherever we are, you will always close to my hearts and this best friends will last forever, cause you have already been part of my life. Love you, guys.


Your best friend,

Angie Michaela Marella

Tiada yang Abadi

Berputar..
Berputar, berputar, dan terus berputar..
Itulah hidup..

Suka duka silih berganti..
Canda tangis selang berganti..
Itulah realita kehidupan..

Kita tak akan pernah selalu di atas..
Tapi kita pun tak akan pernah selalu di bawah..
Kita diberi kesempatan untuk merasakan keduanya..

Saat senang..
Nikmatilah hingga puas..
Sebab ini akan segera berlalu..

Saat duka..
Berbesar hati dan bersabarlah..
Ini juga akan segera berlalu..

Ketidakpastian..
Itulah satu-satunya hal yang pasti..
Sebab tiada yang abadi..

Sabtu, 30 Juni 2012

Kesepian

Sepi...
Semua bisu..
Kosong..
Semua hampa..

Seakan tak ada apapun..
Seakan tak ada siapapun..
Waktu pun seakan berhenti..

Hanya kosong dan hampa..
Hanya sepi dan sunyi..
Yang setia mengisi dunia ini..

Angie Michaela Marella


DI MANA


Hari itu, derai hujan membasahi bumi
Yang tampak hanyalah bening kristal
Aku duduk termenung melihat sekeliling
Bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang

Kupandangi tetes air mata sang bumi
Kucari rembulan yang tak mau tampakkan diri
Ke mana pula seberkas terang sang surya
Kulihat langit hendak menangis perih

Begitu pun hancurnya diri ini
Menyaksikan keadilan terkalahkan
Oleh para penguasa elit
Nan penuh gaya namun kosong hati

Kini keadilan dipermainkan dengan uang
Kebenaran pun telah diobral
Kasih sayang dilelang
Dengan sejumlah kekejaman dan penindasan

Bagi mereka, uanglah Tuhan mereka
Hingga sampai hati
Mereka rampas dari tangan-tangan lemah
Untuk membeli keadilan

Tak terlintas setitik pun
Tuk menoleh ke bawah
Ke daerah yang mereka anggap kotor
Tuk sekedar berbagi sebutir nasi

Dibiarkannya begitu saja
Sekelompok orang tergeletak di jalan
Membanting tulang menempuh hari
Demi setetes  air tuk hidup

Di manakah keadilan berada
Ke mana Anda berlari, hai penguasa

Bukankah keadilan yang seharusnya kau kejar

Untuk hidupmu, negaramu, dan Tuhanmu


Di mana pula kebijaksanaan

Yang dulu ada dan kini sirna

Di manakah Daud-Daud masa kini

Yang siap bermain di meja keadilan


Angie Michaela Marella
Puisi Memperjuangkan Keadilan

Satu Hari Pembalasan


Kriiing.... Kriiiing....
Jam ayamku berbunyi. Ini berarti waktu telah menunjukkan  pukul 05.00 pagi. Tak membuang waktu, kubuka jendela kamarku untuk menghirup udara pagi, melihat sang mentari bersinar, dan mendengar suara ayam jago membangunkan warga. Sinar mentari dan udara segar merasuk ke dalam kamarku yang sederhana, menyempurnakan awal hariku yang cerah.
Kulihat lingkaran merah yang kubuat dengan spidol pada kalender. Tanggal 19 Mei. Tanggal yang istimewa bagiku. Hari ulang tahunku? Awal liburan sekolah? Ada event yang sudah kunanti-nantikan? Bukan. Bukan itu semua. Lantas apa? Hari ini adalah hari ulang tahun kakekku. Hanya itu? Ya, memang hanya hari ulang tahun kakekku, tetapi hari ulang tahun kakekku adalah hari yang istimewa. Apa yang istimewa? Kakekkulah yang istimewa dan hari ini akan kubuatkan sebuah hari yang istimewa pula untuk kakekku yang istimewa. Saat ini pula, akan kumulai untuk menciptakan hari yang istimewa untuk kakekku.
Apa istimewanya seorang kakek? Eiits.. Jangan salah. Kakekku bukanlah sembarang kakek atau kakek yang biasa saja, tetapi kakek yang luar biasa. Kakek yang bagaikan pahlawan. Mengapa? Karena beliaulah yang merawatku sejak kecil dan selalu menyayangiku sepenuh hati. Beliau pula lah yang menemani hari-hariku sejak aku kecil hingga saat ini. Figur yang mengajariku berbagai macam hal, mulai dari hal kecil seperti bicara, berjalan, membaca, berhitung, hingga sopan santun dan kedisiplinan. Beliau adalah sosok yang menjadi teladanku. Kakek yang sempurna.
Tempat pertama yang kutuju adalah dapur. Di tempat inilah aku akan memulai aksiku yang pertama. Aksi pertamaku ini adalah hal pertama yang selalu kakekku lakukan padaku setiap hari saat aku masih kecil. Membuatkanku sarapan. Hari ini aku yang akan membuatkan sarapan spesial untuk kakekku. Tiga puluh menit berlalu, sarapan spesial yang kubuat dengan sepenuh hati pun siap disajikan dan kubawa menuju kamar kakek seperti saat kakek membawakan sarapan untukku. Aku menyapanya dan membukakan jendela kamarnya agar udara segar dan sinar mentari dapat masuk ke kamar kakek. Kemudian kudekap erat kakekku dan kuucapkan selamat ulang tahun untuknya. Kusuapkan sesendok demi sesendok bubur mie yang kubuat. Kulihat mata kakek yang mulai berkaca. Aku senang melihat kakek tampak begitu senang padahal aku baru melakukan hal yang dia lakukan setiap hari untukku dahulu kali ini.
Selanjutnya kusiapkan air hangat untuk kakekku mandi dan kubantu beliau membersihkan diri. Setelah kakekku tampak segar dan rapi, aku gandeng kakekku untuk berjalan-jalan pagi ke taman, persis ketika kakekku menggandengku untuk bermain ke taman dahulu. Kutemani kakekku melihat indahnya hari ini. Dengan sabar dan penuh kasih sayang, kubantu kakekku berjalan karena kakinya sudah tak sekuat dahulu. Melakukan hal ini mengingatkanku pada kakek yang menuntun cucunya dan dengan sabar membantu cucunya belajar berjalan, tak mau cucunya jatuh dan terluka. Kali ini mataku yang berkaca-kaca mengingatnya.
Di taman, kakek menanyakan hal yang sama berulang kali. Awalnya aku sudah mulai bosan dan hampir marah, untung saja aku teringat akan aku kecil yang juga selalu bertanya hal yang sama berulang kali dahulu. Tak sedikit pun kakek marah padaku ataupun tak menggubris pertanyaanku, sebaliknya beliau selalu menjawab setiap pertanyaanku dengan sabar.
Seusai berjalan-jalan di taman, aku menemani membacakan koran untuk kakekku. Memang dahulu kakek tidak membacakan koran untukku tetapi membacakan buku cerita untukku. Kemudian kutemani kakek bermain catur dan menonton televisi. Tak kubiarkan kakek kesepian sebab aku pun hampir tak pernah merasa kesepian karena kakek selalu ada untuk menemaniku.
Ketika jam 11.30, aku kembali ke dapur membuatkan dan menyiapkan makan siang untuk kakekku. Kubuatkan makanan kesukaan kakekku. Setelah siap, kuajak kakek menuju meja makan dan dan kubantu kakek menghabiskan makan siangnya. Beberapa saat kemudian, kuantar kakek untuk istirahat siang. Kupijat kaki kakekku yang letih hingga beliau tertidur nyenyak dan kuselimuti. Kemudian kutinggalkan kakek beristirahat.
Seratus dua puluh menit yang kupunya saat ini. Waktu ini harus aku gunakan dengan sebaik mungkin. Aku pun segera bertindak cepat menyiapkan aksiku selanjutnya karena hanya waktu kakek istirahat siang saja yang kupunya. Tak terasa dua jam berlalu begitu cepat. Aku pun ternyata tak kalah oleh waktu. Misiku selesai tepat sebelum waktunya kakek bangun.
Baru saja menghela napas lega, kudengar kakek memanggilku. Segera kubuatkan secangkir teh hangat dan kubawa ke kamar kakek. Kubantu kakek minum dan menemaninya mengobrol sebentar. Kulihat raut wajah kakek yang begitu senang hari ini.
Setelah berbincang beberapa waktu, kubantu kembali kakek membersihkan diri dengan air hangat. Kemudian kubantu kakek menuju ruang tengah. Saat memasuki ruang tengah, kulihat air mata kakek yang hampir terjatuh karena bahagia. Namun belum sempat kakek berkata-kata, kami semua langsung menyanyikan lagu Shēngrì kuàilè sembari kubantu kakek berjalan menuju kue tart. Setelah kakek meniup lilin dan memotong kuenya, kubiarkan kakek berbincang dengan teman-temannya, anak-anaknya, cucu-cucunya, keponakan, dan semua tamunya. Aku tahu inilah yang selama ini kakek rindukan dan inginkan, yakni berkumpul bersama dengan semua teman dan keluarganya, terutama anak-anaknya karena anak-anaknya berada di daerah yang berbeda dan jarang bertemu.
Hari ini pun terasa berlalu begitu cepat. Tamu-tamu pun mulai pulang satu per satu, hingga tersisa anak-anaknya saja yang memang akan menginap di rumahnya malam ini. Kakek sudah tampak lelah namun kebahagiaan terpancar dari senyumnya. Setelah kakek cukup puas melepas rindunya pada anak-anaknya, aku bantu kakek berbenah diri dan menuju ke kamarnya. Sebelum kakek terlelap, kuucapkan selamat hari ulang tahun sekali lagi.
“Kakek, sekali lagi selamat ulang tahun ya. Maaf aku ga bisa kasih hadiah apa-apa buat kakek. Hanya ini yang bisa aku berikan untuk kakek. Hari ini memang tidak sebanding dan memang tidak akan pernah bisa menggantikan hari-hari yang telah kakek berikan buat aku. Semoga kakek senang, ya,” ucapku sembari memeluk kakek.
“Cucuku, ini adalah hadiah terindah yang kakek miliki. Hari ini adalah hari yang istimewa yang dibuat oleh cucu kakek yang istimewa ini. Ini lebih dari cukup. Kakek sangat senang hari ini. Terima kasih banyak, ya sayang,” jawabnya sambil meneteskan air mata.
“Sama-sama, Kek. Kakek, tenang saja, masih ada banyak hari istimewa seperti ini untuk kakek. Sekarang kakek istirahat saja dahulu, pasti kakek lelah. Selamat malam, Kek,” balasku sambil menyelimuti kakek.
Aku keluar meninggalkan kakek beristirahat. Aku bernapas bahagia telah berhasil membuat  hari istimewa untuk kakek. Aku juga tak menyangka hadiahku yang tak bisa disebut hadiah juga ini berhasil membuat kakek sangat bahagia. Aku pun berjanji akan sering-sering membuat hari istimewa lainnya untuk kakekku yang tercinta.

Hadiah tidak harus berupa barang. Akan tetapi hal kecil yang kita berikan atau lakukan dengan sepenuh hati dapat menjadi hadiah terindah bagi orang lain tanpa kita sangka. Dan memang tak ada yang lebih indah dibandingkan berkumpul dengan orang-orang yang kita sayangi.

Angie Michaela Marella