Kriiing....
Kriiiing....
Jam
ayamku berbunyi. Ini berarti waktu telah menunjukkan pukul 05.00 pagi. Tak membuang waktu, kubuka
jendela kamarku untuk menghirup udara pagi, melihat sang mentari bersinar, dan
mendengar suara ayam jago membangunkan warga. Sinar mentari dan udara segar
merasuk ke dalam kamarku yang sederhana, menyempurnakan awal hariku yang cerah.
Kulihat
lingkaran merah yang kubuat dengan spidol pada kalender. Tanggal 19 Mei.
Tanggal yang istimewa bagiku. Hari ulang tahunku? Awal liburan sekolah? Ada
event yang sudah kunanti-nantikan? Bukan. Bukan itu semua. Lantas apa? Hari ini
adalah hari ulang tahun kakekku. Hanya itu? Ya, memang hanya hari ulang tahun
kakekku, tetapi hari ulang tahun kakekku adalah hari yang istimewa. Apa yang
istimewa? Kakekkulah yang istimewa dan hari ini akan kubuatkan sebuah hari yang
istimewa pula untuk kakekku yang istimewa. Saat ini pula, akan kumulai untuk
menciptakan hari yang istimewa untuk kakekku.
Apa
istimewanya seorang kakek? Eiits.. Jangan salah. Kakekku bukanlah sembarang
kakek atau kakek yang biasa saja, tetapi kakek yang luar biasa. Kakek yang
bagaikan pahlawan. Mengapa? Karena beliaulah yang merawatku sejak kecil dan
selalu menyayangiku sepenuh hati. Beliau pula lah yang menemani hari-hariku
sejak aku kecil hingga saat ini. Figur yang mengajariku berbagai macam hal,
mulai dari hal kecil seperti bicara, berjalan, membaca, berhitung, hingga sopan
santun dan kedisiplinan. Beliau adalah sosok yang menjadi teladanku. Kakek yang
sempurna.
Tempat
pertama yang kutuju adalah dapur. Di tempat inilah aku akan memulai aksiku yang
pertama. Aksi pertamaku ini adalah hal pertama yang selalu kakekku lakukan
padaku setiap hari saat aku masih kecil. Membuatkanku sarapan. Hari ini aku
yang akan membuatkan sarapan spesial untuk kakekku. Tiga puluh menit berlalu,
sarapan spesial yang kubuat dengan sepenuh hati pun siap disajikan dan kubawa
menuju kamar kakek seperti saat kakek membawakan sarapan untukku. Aku
menyapanya dan membukakan jendela kamarnya agar udara segar dan sinar mentari
dapat masuk ke kamar kakek. Kemudian kudekap erat kakekku dan kuucapkan selamat
ulang tahun untuknya. Kusuapkan sesendok demi sesendok bubur mie yang kubuat.
Kulihat mata kakek yang mulai berkaca. Aku senang melihat kakek tampak begitu
senang padahal aku baru melakukan hal yang dia lakukan setiap hari untukku
dahulu kali ini.
Selanjutnya
kusiapkan air hangat untuk kakekku mandi dan kubantu beliau membersihkan diri.
Setelah kakekku tampak segar dan rapi, aku gandeng kakekku untuk berjalan-jalan
pagi ke taman, persis ketika kakekku menggandengku untuk bermain ke taman
dahulu. Kutemani kakekku melihat indahnya hari ini. Dengan sabar dan penuh
kasih sayang, kubantu kakekku berjalan karena kakinya sudah tak sekuat dahulu.
Melakukan hal ini mengingatkanku pada kakek yang menuntun cucunya dan dengan
sabar membantu cucunya belajar berjalan, tak mau cucunya jatuh dan terluka.
Kali ini mataku yang berkaca-kaca mengingatnya.
Di
taman, kakek menanyakan hal yang sama berulang kali. Awalnya aku sudah mulai
bosan dan hampir marah, untung saja aku teringat akan aku kecil yang juga
selalu bertanya hal yang sama berulang kali dahulu. Tak sedikit pun kakek marah
padaku ataupun tak menggubris pertanyaanku, sebaliknya beliau selalu menjawab
setiap pertanyaanku dengan sabar.
Seusai
berjalan-jalan di taman, aku menemani membacakan koran untuk kakekku. Memang
dahulu kakek tidak membacakan koran untukku tetapi membacakan buku cerita
untukku. Kemudian kutemani kakek bermain catur dan menonton televisi. Tak
kubiarkan kakek kesepian sebab aku pun hampir tak pernah merasa kesepian karena
kakek selalu ada untuk menemaniku.
Ketika
jam 11.30, aku kembali ke dapur membuatkan dan menyiapkan makan siang untuk
kakekku. Kubuatkan makanan kesukaan kakekku. Setelah siap, kuajak kakek menuju
meja makan dan dan kubantu kakek menghabiskan makan siangnya. Beberapa saat
kemudian, kuantar kakek untuk istirahat siang. Kupijat kaki kakekku yang letih
hingga beliau tertidur nyenyak dan kuselimuti. Kemudian kutinggalkan kakek beristirahat.
Seratus
dua puluh menit yang kupunya saat ini. Waktu ini harus aku gunakan dengan
sebaik mungkin. Aku pun segera bertindak cepat menyiapkan aksiku selanjutnya
karena hanya waktu kakek istirahat siang saja yang kupunya. Tak terasa dua jam
berlalu begitu cepat. Aku pun ternyata tak kalah oleh waktu. Misiku selesai
tepat sebelum waktunya kakek bangun.
Baru
saja menghela napas lega, kudengar kakek memanggilku. Segera kubuatkan
secangkir teh hangat dan kubawa ke kamar kakek. Kubantu kakek minum dan menemaninya
mengobrol sebentar. Kulihat raut wajah kakek yang begitu senang hari ini.
Setelah
berbincang beberapa waktu, kubantu kembali kakek membersihkan diri dengan air
hangat. Kemudian kubantu kakek menuju ruang tengah. Saat memasuki ruang tengah,
kulihat air mata kakek yang hampir terjatuh karena bahagia. Namun belum sempat
kakek berkata-kata, kami semua langsung menyanyikan lagu Shēngrì kuàilè sembari kubantu kakek
berjalan menuju kue tart. Setelah kakek meniup lilin dan memotong kuenya,
kubiarkan kakek berbincang dengan teman-temannya, anak-anaknya, cucu-cucunya,
keponakan, dan semua tamunya. Aku tahu inilah yang selama ini kakek rindukan
dan inginkan, yakni berkumpul bersama dengan semua teman dan keluarganya,
terutama anak-anaknya karena anak-anaknya berada di daerah yang berbeda dan
jarang bertemu.
Hari ini pun terasa berlalu begitu cepat.
Tamu-tamu pun mulai pulang satu per satu, hingga tersisa anak-anaknya saja yang
memang akan menginap di rumahnya malam ini. Kakek sudah tampak lelah namun
kebahagiaan terpancar dari senyumnya. Setelah kakek cukup puas melepas rindunya
pada anak-anaknya, aku bantu kakek berbenah diri dan menuju ke kamarnya.
Sebelum kakek terlelap, kuucapkan selamat hari ulang tahun sekali lagi.
“Kakek, sekali lagi selamat ulang tahun ya.
Maaf aku ga bisa kasih hadiah apa-apa buat kakek. Hanya ini yang bisa aku berikan
untuk kakek. Hari ini memang tidak sebanding dan memang tidak akan pernah bisa
menggantikan hari-hari yang telah kakek berikan buat aku. Semoga kakek senang,
ya,” ucapku sembari memeluk kakek.
“Cucuku, ini adalah hadiah terindah yang kakek
miliki. Hari ini adalah hari yang istimewa yang dibuat oleh cucu kakek yang
istimewa ini. Ini lebih dari cukup. Kakek sangat senang hari ini. Terima kasih
banyak, ya sayang,” jawabnya sambil meneteskan air mata.
“Sama-sama, Kek. Kakek, tenang saja, masih ada
banyak hari istimewa seperti ini untuk kakek. Sekarang kakek istirahat saja
dahulu, pasti kakek lelah. Selamat malam, Kek,” balasku sambil menyelimuti
kakek.
Aku keluar meninggalkan kakek beristirahat. Aku
bernapas bahagia telah berhasil membuat
hari istimewa untuk kakek. Aku juga tak menyangka hadiahku yang tak bisa
disebut hadiah juga ini berhasil membuat kakek sangat bahagia. Aku pun berjanji
akan sering-sering membuat hari istimewa lainnya untuk kakekku yang tercinta.
Hadiah
tidak harus berupa barang. Akan tetapi hal kecil yang kita berikan atau lakukan
dengan sepenuh hati dapat menjadi hadiah terindah bagi orang lain tanpa kita
sangka. Dan memang tak ada yang lebih indah dibandingkan berkumpul dengan
orang-orang yang kita sayangi.
Angie
Michaela Marella