Sabtu, 30 Juni 2012

Kesepian

Sepi...
Semua bisu..
Kosong..
Semua hampa..

Seakan tak ada apapun..
Seakan tak ada siapapun..
Waktu pun seakan berhenti..

Hanya kosong dan hampa..
Hanya sepi dan sunyi..
Yang setia mengisi dunia ini..

Angie Michaela Marella


DI MANA


Hari itu, derai hujan membasahi bumi
Yang tampak hanyalah bening kristal
Aku duduk termenung melihat sekeliling
Bertanya-tanya pada rumput yang bergoyang

Kupandangi tetes air mata sang bumi
Kucari rembulan yang tak mau tampakkan diri
Ke mana pula seberkas terang sang surya
Kulihat langit hendak menangis perih

Begitu pun hancurnya diri ini
Menyaksikan keadilan terkalahkan
Oleh para penguasa elit
Nan penuh gaya namun kosong hati

Kini keadilan dipermainkan dengan uang
Kebenaran pun telah diobral
Kasih sayang dilelang
Dengan sejumlah kekejaman dan penindasan

Bagi mereka, uanglah Tuhan mereka
Hingga sampai hati
Mereka rampas dari tangan-tangan lemah
Untuk membeli keadilan

Tak terlintas setitik pun
Tuk menoleh ke bawah
Ke daerah yang mereka anggap kotor
Tuk sekedar berbagi sebutir nasi

Dibiarkannya begitu saja
Sekelompok orang tergeletak di jalan
Membanting tulang menempuh hari
Demi setetes  air tuk hidup

Di manakah keadilan berada
Ke mana Anda berlari, hai penguasa

Bukankah keadilan yang seharusnya kau kejar

Untuk hidupmu, negaramu, dan Tuhanmu


Di mana pula kebijaksanaan

Yang dulu ada dan kini sirna

Di manakah Daud-Daud masa kini

Yang siap bermain di meja keadilan


Angie Michaela Marella
Puisi Memperjuangkan Keadilan

Satu Hari Pembalasan


Kriiing.... Kriiiing....
Jam ayamku berbunyi. Ini berarti waktu telah menunjukkan  pukul 05.00 pagi. Tak membuang waktu, kubuka jendela kamarku untuk menghirup udara pagi, melihat sang mentari bersinar, dan mendengar suara ayam jago membangunkan warga. Sinar mentari dan udara segar merasuk ke dalam kamarku yang sederhana, menyempurnakan awal hariku yang cerah.
Kulihat lingkaran merah yang kubuat dengan spidol pada kalender. Tanggal 19 Mei. Tanggal yang istimewa bagiku. Hari ulang tahunku? Awal liburan sekolah? Ada event yang sudah kunanti-nantikan? Bukan. Bukan itu semua. Lantas apa? Hari ini adalah hari ulang tahun kakekku. Hanya itu? Ya, memang hanya hari ulang tahun kakekku, tetapi hari ulang tahun kakekku adalah hari yang istimewa. Apa yang istimewa? Kakekkulah yang istimewa dan hari ini akan kubuatkan sebuah hari yang istimewa pula untuk kakekku yang istimewa. Saat ini pula, akan kumulai untuk menciptakan hari yang istimewa untuk kakekku.
Apa istimewanya seorang kakek? Eiits.. Jangan salah. Kakekku bukanlah sembarang kakek atau kakek yang biasa saja, tetapi kakek yang luar biasa. Kakek yang bagaikan pahlawan. Mengapa? Karena beliaulah yang merawatku sejak kecil dan selalu menyayangiku sepenuh hati. Beliau pula lah yang menemani hari-hariku sejak aku kecil hingga saat ini. Figur yang mengajariku berbagai macam hal, mulai dari hal kecil seperti bicara, berjalan, membaca, berhitung, hingga sopan santun dan kedisiplinan. Beliau adalah sosok yang menjadi teladanku. Kakek yang sempurna.
Tempat pertama yang kutuju adalah dapur. Di tempat inilah aku akan memulai aksiku yang pertama. Aksi pertamaku ini adalah hal pertama yang selalu kakekku lakukan padaku setiap hari saat aku masih kecil. Membuatkanku sarapan. Hari ini aku yang akan membuatkan sarapan spesial untuk kakekku. Tiga puluh menit berlalu, sarapan spesial yang kubuat dengan sepenuh hati pun siap disajikan dan kubawa menuju kamar kakek seperti saat kakek membawakan sarapan untukku. Aku menyapanya dan membukakan jendela kamarnya agar udara segar dan sinar mentari dapat masuk ke kamar kakek. Kemudian kudekap erat kakekku dan kuucapkan selamat ulang tahun untuknya. Kusuapkan sesendok demi sesendok bubur mie yang kubuat. Kulihat mata kakek yang mulai berkaca. Aku senang melihat kakek tampak begitu senang padahal aku baru melakukan hal yang dia lakukan setiap hari untukku dahulu kali ini.
Selanjutnya kusiapkan air hangat untuk kakekku mandi dan kubantu beliau membersihkan diri. Setelah kakekku tampak segar dan rapi, aku gandeng kakekku untuk berjalan-jalan pagi ke taman, persis ketika kakekku menggandengku untuk bermain ke taman dahulu. Kutemani kakekku melihat indahnya hari ini. Dengan sabar dan penuh kasih sayang, kubantu kakekku berjalan karena kakinya sudah tak sekuat dahulu. Melakukan hal ini mengingatkanku pada kakek yang menuntun cucunya dan dengan sabar membantu cucunya belajar berjalan, tak mau cucunya jatuh dan terluka. Kali ini mataku yang berkaca-kaca mengingatnya.
Di taman, kakek menanyakan hal yang sama berulang kali. Awalnya aku sudah mulai bosan dan hampir marah, untung saja aku teringat akan aku kecil yang juga selalu bertanya hal yang sama berulang kali dahulu. Tak sedikit pun kakek marah padaku ataupun tak menggubris pertanyaanku, sebaliknya beliau selalu menjawab setiap pertanyaanku dengan sabar.
Seusai berjalan-jalan di taman, aku menemani membacakan koran untuk kakekku. Memang dahulu kakek tidak membacakan koran untukku tetapi membacakan buku cerita untukku. Kemudian kutemani kakek bermain catur dan menonton televisi. Tak kubiarkan kakek kesepian sebab aku pun hampir tak pernah merasa kesepian karena kakek selalu ada untuk menemaniku.
Ketika jam 11.30, aku kembali ke dapur membuatkan dan menyiapkan makan siang untuk kakekku. Kubuatkan makanan kesukaan kakekku. Setelah siap, kuajak kakek menuju meja makan dan dan kubantu kakek menghabiskan makan siangnya. Beberapa saat kemudian, kuantar kakek untuk istirahat siang. Kupijat kaki kakekku yang letih hingga beliau tertidur nyenyak dan kuselimuti. Kemudian kutinggalkan kakek beristirahat.
Seratus dua puluh menit yang kupunya saat ini. Waktu ini harus aku gunakan dengan sebaik mungkin. Aku pun segera bertindak cepat menyiapkan aksiku selanjutnya karena hanya waktu kakek istirahat siang saja yang kupunya. Tak terasa dua jam berlalu begitu cepat. Aku pun ternyata tak kalah oleh waktu. Misiku selesai tepat sebelum waktunya kakek bangun.
Baru saja menghela napas lega, kudengar kakek memanggilku. Segera kubuatkan secangkir teh hangat dan kubawa ke kamar kakek. Kubantu kakek minum dan menemaninya mengobrol sebentar. Kulihat raut wajah kakek yang begitu senang hari ini.
Setelah berbincang beberapa waktu, kubantu kembali kakek membersihkan diri dengan air hangat. Kemudian kubantu kakek menuju ruang tengah. Saat memasuki ruang tengah, kulihat air mata kakek yang hampir terjatuh karena bahagia. Namun belum sempat kakek berkata-kata, kami semua langsung menyanyikan lagu Shēngrì kuàilè sembari kubantu kakek berjalan menuju kue tart. Setelah kakek meniup lilin dan memotong kuenya, kubiarkan kakek berbincang dengan teman-temannya, anak-anaknya, cucu-cucunya, keponakan, dan semua tamunya. Aku tahu inilah yang selama ini kakek rindukan dan inginkan, yakni berkumpul bersama dengan semua teman dan keluarganya, terutama anak-anaknya karena anak-anaknya berada di daerah yang berbeda dan jarang bertemu.
Hari ini pun terasa berlalu begitu cepat. Tamu-tamu pun mulai pulang satu per satu, hingga tersisa anak-anaknya saja yang memang akan menginap di rumahnya malam ini. Kakek sudah tampak lelah namun kebahagiaan terpancar dari senyumnya. Setelah kakek cukup puas melepas rindunya pada anak-anaknya, aku bantu kakek berbenah diri dan menuju ke kamarnya. Sebelum kakek terlelap, kuucapkan selamat hari ulang tahun sekali lagi.
“Kakek, sekali lagi selamat ulang tahun ya. Maaf aku ga bisa kasih hadiah apa-apa buat kakek. Hanya ini yang bisa aku berikan untuk kakek. Hari ini memang tidak sebanding dan memang tidak akan pernah bisa menggantikan hari-hari yang telah kakek berikan buat aku. Semoga kakek senang, ya,” ucapku sembari memeluk kakek.
“Cucuku, ini adalah hadiah terindah yang kakek miliki. Hari ini adalah hari yang istimewa yang dibuat oleh cucu kakek yang istimewa ini. Ini lebih dari cukup. Kakek sangat senang hari ini. Terima kasih banyak, ya sayang,” jawabnya sambil meneteskan air mata.
“Sama-sama, Kek. Kakek, tenang saja, masih ada banyak hari istimewa seperti ini untuk kakek. Sekarang kakek istirahat saja dahulu, pasti kakek lelah. Selamat malam, Kek,” balasku sambil menyelimuti kakek.
Aku keluar meninggalkan kakek beristirahat. Aku bernapas bahagia telah berhasil membuat  hari istimewa untuk kakek. Aku juga tak menyangka hadiahku yang tak bisa disebut hadiah juga ini berhasil membuat kakek sangat bahagia. Aku pun berjanji akan sering-sering membuat hari istimewa lainnya untuk kakekku yang tercinta.

Hadiah tidak harus berupa barang. Akan tetapi hal kecil yang kita berikan atau lakukan dengan sepenuh hati dapat menjadi hadiah terindah bagi orang lain tanpa kita sangka. Dan memang tak ada yang lebih indah dibandingkan berkumpul dengan orang-orang yang kita sayangi.

Angie Michaela Marella